Mengenai Saya

Foto saya
Nama saya Endah Susiawaty, tempat tanggal lahir 01 juli 1997 saya mahasiswi Akademi Keperawatan Harum Jakarta Utara

About

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

PEMERIKSAAN DAN PERKEMBANGAN ANAK ( KTSP DAN MBPS ), SERTA TOILETING TRAINING PADA ANAK



PAPER KEPERAWATAN ANAK
PEMERIKSAAN DAN PERKEMBANGAN ANAK ( KTSP DAN MBPS ), SERTA TOILETING TRAINING PADA ANAK



logo akrum


DISUSUN :
1.     Endah Susiawaty                   ( 15014 )







AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA
2017
A.    Pemeriksaan Perkembangan Anak ( KTSP dan MBTS )
1.      Manajemen terpadu balita sakit
Suatu manejemen untuk balita yang datang di pelayanan kesehatan,dilaksanakan secara terpadu mengenai klasifikasi,status gizi,status imun maupun penanganan dan konseling yang diberikan.
MTBS merupakan suatu program pemerintah untuk menurunkan angka kematian balita dan menurunkan angka kesakitan.
2.      Tujuan MTBS
a.    Meningkatkan keterampilan petugas
b.    Menilai,mangklasifikasi dan mengetahui resiko dari penyakit yang timbul
c.    Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan dirumah
d.   Sebagai pedoman kerja bagi petugas dalam pelayanan balita sakit
e.    Memperbaiki sistem kesehatan
3.      Protab pelayanan MTBS
a.       Anamnesa : wawancara terhadap orang tua bayi dan balita mengenai keluhan utama,lamanya sakit,pengobatan yang telah diberikan dan riwayat penyakit lainnya.
b.       Pemeriksaan :
1)      Untuk bayi umur 1hari-2 bulan
Periksa kemungkinan kejang,gangguan nafas,suhu tubuh,adanya infeksi,ikterus,gangguan pencernaan,BB,status imun.
2)      Untuk bayi 2bulan-5 tahun
Keadaan umum,respirasi,derajat dehidrasi,suhu,periksa telinga,status gizi,imun,penialaian pemberian  makanan.
4.      Konseling MTBS
Merupakan suatu bantuan yang diberikan oleh konselor kepada klien sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu memecahkan masalah yang dihadapi.
Konseling Bagi Ibu
Bertujuan agar ibu mengetahui dan dapat menilai keadaan anak secara dini.
penilaian berupa :
a.       Menilai cara pemberian makan anak:
Langkah yang dilakukan tenaga kesehatan,tanyakan kepada ibu cara pemberian makanan anak sehari-hari dan selama sakit.bandingkan jawaban ibu dengan anjuran pemberian makan yang sesuai umur anak.

5.      Tahapan dan Prosedur Pelaksanaan MTBS  pada Balita

a.       Menilai dan membuat klasifikasi penyakit
Menilai dan membuat klasifikasi penyakit anak umur 2 bulan sampai 5 tahun. Tindakan ini dilakukan dengan cara melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sedangkan pengklasifikasian delakukan dengan membuat sebuah keputusan mengenai kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat keparahannya.
Menilai dan membuat klasifikasi penyakit dilakukan dengan beberapa kegiatan, antara dengan memeriksa tanda bahaya umum,  merupakan tanda penyakit yang serius. Tanda bahaya umum dapat terjadi pada penyakit apapun dan tidak dapat membantu menentukan jenis penyakit secara spesifik. Hanya dengan satu tanda bahaya umum saja, sudah cukup untuk menunjukkan bahwa penyakit itu berat, sehingga sebelum melakukan penilaian    setiap penyakit, penting memeriksa beberapa tanda bahaya umum seperti Tidak bisa minum atau menetek, Muntahkan semuanya, Kejang, serta Letargis atau tidak sadar
b.      Menanyakan keluhan utama
Beberapa jenis pertanyaan yang penting untuk diajukan terkait dengan Menilai batuk atau sukar bernapas dan klasifikasinya, menilai diare dan klasifikasinya, menilai demam dan klasifikasinya, serta menilai masalah telinga dan klasifikasinya.
c.       Menilai batuk atau sukar bernapas dan klasifikasinya.
Setelah memeriksa tanda bahaya umum, ditanyakan kepada ibu apakah menderita batuk atau sukar bernapas, jika anak batuk atau sukar bernapas, sudah berapa lama, menghitung frekuensi napas, melihat tarikan dinding dada bawah ke dalam, dan melihat dan dengar adanya stridor. Kemudian dilakukan klasifikasi apakah anak menderita pneumonia berat, pneumonia atau batuk bukan pneumonia.
d.      Menilai diare dan klasifikasinya.
Setelah memeriksa batuk atau suka bernapas, petugas menanyakan kepada ibu apakah anak menderita diare, jika anak diare, tanyakan sudah berapa lama, apakah beraknya berdarah (apakah ada darah dalam tinja). Langkah berikutnya adalah memeriksa keadaan umum anak, apakah anak letargis atau tidak sadar, apakah anak gelisah dan rewel/mudah marah; melihat apakah mata anak cekung, memeriksa kemampuan anak untuk minum: apakah anak tidak bisa minum atau malas minum, apakah anak haus minum dengan lahap; memeriksa cubitan kulit perut untuk mengetahui turgor: apakah kembalinya sangat lambat (lebih dari 2 detik) atau lambat. Setelah penilaian didapatkan tanda dan gejala diare, maka selanjutnya diklasifikasikan apakah anak menderita dehidrasi berat, ringan/sedang, tanpa dehidrasi, diare pesisten berat, diare persisten atau disentri.
e.       Menilai demam dan klasifikasinya
Demam merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak kecil. Tanyakan kepada ibu apakah anak demam, selanjutnya periksa apakah anak teraba panas atau mengukur suhu tubuh dengan termometer. Dikatakan demam jika badan anak teraba panas atau jika suhu badan 37,5 derajat celcius atau lebih. Jika anak demam, tentukan daerah resiko malaria: resiko tinggi, resiko rendah atau tanpa resiko malaria. Jika daerah resiko rendah atau tanpa resiko malaria, tanyakan apakah anak dibawa berkunjung keluar daerah ini dalam 2 minggu terakhir. Jika ya, apakah dari resiko tinggi atau resiko rendah malaria kemudian tanyakan sudah berapa lama anak demam. Jika lebih dari 7 hari apakah demam terjadi setiap hari, lihat dan raba adanya kaku kuduk, lihat adanya pilek, apakah anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir, lihat adanya tanda-tanda campak: ruam kemerahan di kulit yang menyeluruh dan terdapat salah satu gejala berikut: batuk, pilek atau mata merah.
Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita penyakit berat dengan demam, malaria atau demam mungkin bukan malaria. Jika anak menderita campak saat ini atau 3 bulan terakhir: lihat adanya luka di mulut, apakah lukanya dalam atau luas, lihat apakah matanya bernanah, lihat adakah kekeruhan pada kornea mata. Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita campak, campak dengan komplikasi berat, atau campak dengan komplikasi pada mata atau mulut. Jika demam kurang dari 7 hari, tanyakan apakah anak mengalami perdarahan dari hidung atau gusi yang cukup berat, apakah anak muntah: sering, muntah dengan darah atau seperti kopi; apakah berak bercampur darah atau berwarna hitam; apakah ada nyeri ulu hati atau anak gelisah; lihat adanya perdarahan dari hidung atau gusi yang berat, bintik perdarahan di kulit (petekie), periksa tanda-tanda syok yaitu ujung ekstrimitas teraba dingin dan nadi sangat lemah atau tak teraba. Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita Demam Berdarah Dengue (DBD), mungkin DBD atau demam mungkin bukan  DBD.
f.       Menilai masalah telinga dan klasifikasinya. 
Setelah memeriksa demam, petugas menanyakan kepada ibu apakah anak mempunyai masalah telinga. Jika anak mempunyai masalah telinga, tanyakan apakah telinganya sakit, lihat adakah nanah keluar dari telinga, raba adakah pembengkakan yang nyeri di belakang telinga. Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita mastoiditis, infeksi telinga akut, infeksi telinga kronis atau tidak ada infeksi telinga.
g.      Memeriksa status gizi dan anemia serta klasifikasinya.
Setiap anak harus diperiksa status gizinya karena kekurangan gizi merupakan masalah yang sering ditemukan, terutama diantara penduduk miskin. Langkahnya yaitu memeriksa apakah anak tampak sangat kurus, memeriksa pembengkakan pada kedua kaki, memeriksa kepucatan telapak tangan: apakah sangat pucat atau agak pucat, dan membandingkan berat badan anak menurut umur. Kemudian mengklasifikasikan sesuai tanda/gejala apakah gizi buruk dan/atau anemia berat, bawah garis merah (BGM) dan/atau anemia, tidak BGM dan tidak anemia.
h.      Memeriksa status imunisasi
Petugas memeriksa status imunisasi dari setiap anak yang sakit, kemudian menuliskan tanggal pemberian imunisasi untuk setiap jenis vaksin. Jika data imunisasi tidak ada, tanyakan pada ibu imunisasi apa saja yang sudah pernah diberikan kepada anaknya dan kapan diberikan. Semua anak harus mendapat semua jenis imunisasi yang dianjurkan sebelum ulang tahunnya yang pertama.
i.        Memeriksa pemberian vitamin A
Setiap balita berumur 6 bulan sampai 5 tahun perlu mendapat suplemen vitamin A untuk mencegah kebutaan dan meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian vitamin A biasanya dilakukan setahun 2 kali di Posyandu pada “bulan vitamin A” yaitu Februari dan Agustus. Menanyakan kepada ibu apakah anaknya yang berumur 6 bulan keatas telah mendapatkan tambahan vitamin A dan kapan yang terakhir. Tuliskan tanggal pemberian vitamin A, jika pemberian terakhir telah lebih dari 6 bulan, anak tersebut sudah memerlukan 1 dosis vitamin A sesuai umurnya. Anjurkan kepada ibu untuk secara teratur melanjutkan pemberian vitamin A kepada anaknya di posyandu pada bulan vitamin A sampai anaknya berumur 5 tahun.
j.        Memeriksa masalah kesehatan lainnya
Setelah dilakukan penilaian terhadap tanda bahaya umum, batuk atau sukar bernapas, diare, demam, memeriksa status gizi dan anemia, kemudian periksa apakah ada masalah kesehatan/keluhan lain.
6.      Konsep Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a.       Pengertian Kurikulum
Menurut kamus bahasa Indonesia Kurikulum berari perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan (Depdiknas 2008:617). Yang dimaksud kurikulum adalah suatu perencanaan pengalaman belajar secara tertulis, kurikulum akan menghasilkan suatu proses yang akan terjadi seluruhnya di sekolah. Rancangan tersebut akan merupakan silabus yang berupa daftar judul pelajaran dan urutannya akan tersusun secara runtut sehingga merupakan program.(Soemiarti Padmonodewo 2000:54)
b.      Kurikulum KTSP Untuk Anak Usia Dini
Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi yang disusun dan dilaksanakan di sekolah masing-masing (Mansur muslich 2007:10)
Menurut Mulyasa (2006) mendefinisakan bahwa Kurikulum Tingkat Ssatuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkan nya dengan memperhatikan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
 tentang Sistem Pendidikan nasional pasal 36.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disusun sesuai janjang pendidikan dalam kerangka NKRI yang memperhatikan iman dan taqwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik keagaman, potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan tehnologi dan seni, agama , pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA,IPS seni dan budaya,
 jasmani dan olahraga, ketrampilan
Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu , dan efesiensi pendidikan agar dapat memodifikasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama erat antar sekolah, masyarakat, industri dan pemerintah dalam membentuk pribadi peserta didik. Hal tersebut dilakukan agar sekolah dapat secara leluasa mengelola sumber daya dengan mengelola hanya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan, membantu serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam konsep ini sekolah dituntut memilikitanggup jawab tinggi, baik kepada orang tua , masyarakat , maupun pemerintah.
KTSP jika dilihat dari segi teoritis maupun falsafah pendidikan merupakan konsep kurikulum yang mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat (Community Based Education) , sebab konsep yang dijabarkan dalam KTSP menuntut adanya keterlibatan masyarakat secara total, baik kapasitasnya sebagai guru, orang tua peserta didik, komite sekolah, maupun kelompok Industri. Dan pendidikan yang berbasiskan masyrakat didalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, maka pendidikan tersebut betul-betul berakar di dalam kebudayaan. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan yang berfungsi untuk membudayakan nilai-nilai masyarakat sebagaimana cita-cita reformasi dapat memenuhi fungsinya.
Keterlibatan masyarakat, terutama kepala sekolah/madarasah dan guru dalam pengambilan keputusan-keputusan sekolah juga mendorong rasa kepemilikan yang lebih tinggi terhadap sekolah yang pada akhirnya mendorong mereka untuk menggunakan sumber daya yang ada seefesien mungkin untuk mencapai hasil yang maksimal. Kepala sekolah, guru, maupun peserta didik dalam KTSP diberi peluang untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan dengan masalah kurikulum , pembelajaran , manajerial dan sebagainya yang tumbuh dari aktivitas , kreativitas , dan profesionalismen yang dimiliki, keterlibatan masyarakat dalam pengembangan kurikulum mendorong sekolah untuk lebih terbuka , demokrasi, dan bertanggung jawab. (M. Joko Susilo, 2007,
 hal 15)
Terkait penyusunan KTSP yang dipercayakan kepada masing-masing sekolah hampir senada dengan prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK . Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam melaksanakan, merencanakan, mengelola dan manilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan spirasi mereka. Pada KTSP kewenangan untuk mengembangkan
 dan mengelola kurikulum lebih diperbesar.

B.     Toileting Training pada Anak
1.      Pengertian
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2005).
Menurut Supartini (2004), toilet training merupakan aspek  penting dalam perkembangan anak usia toddler yang harus mendapat perhatian  orang tua dalam berkemih dan defekasi. Dan toilet training juga dapat menjadi awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk  melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar  (Harunyahya, 2007).
Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan sfingter  uretra untuk mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk mengontrol  rasa ingin defekasi mulai berkembang (Supartini, 2002). Sedangkan menurut  Gupte (2004) sekitar 90 persen bayi mulai mengembangkan kontrol kandung  kemihnya dan perutnya pada umur 1 tahun hingga 2,5 tahun. Dan toilet training  ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24  bulan (Hidayat, 2005).
2.      Tahapan Toilet Training
Mengajarkan toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan  seperti membiasakan menggunakan toilet pada anak untuk buang air, dengan membiasakan anak masuk ke dalam WC anak akan cepat lebih adaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan toilet. Lakukan secara rutin kepada anak ketika anak terlihat ingin buang air.
Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu – waktu tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah bangun tidur dan seusai makan, ini bertujuan  agar anak dibiasakan dengan jadwal buang airnya. Anak sesekali enkopresis (mengompol) dalam masa toilet training itu merupakan hal  yang normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan menyalahkan apabila anak belum dapat melakukan dengan baik ( Pambudi, 2006).
Prinsip dalam melakukan toilet training ada 3 langkah yaitu melihat kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri:
a.       Melihat kesiapan anak
Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu  yang tepat bagi orang tua untuk melatih toilet training. Sebenarnya tidak patokan umur anak yang tepat dan baku untuk toilet training karena setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses biologisnya. Orang tua harus mengetahui kapan waktu yang tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan benar. Para ahli menganjurkan untuk melihat beberapa tanda kesiapan anak itu sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet training.  Bukan orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang tidak diinginkan seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma melihat toilet.
b.      Persiapan dan perencanaan
Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal yang perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut gunakan istilah yang mudah dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku buang air besar (BAB) / buang air kecil (BAK) misalnya poopoo untuk buang air besar (BAB) dan peepee untuk buang air kecil (BAK). Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab pada usia ini anak cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang tua hendaknya segera mungkin mengganti celana anak bila basah karena enkopresis (mengompol) atau terkena kotoran, sehingga anak akan merasa risih bila memakai celana yang basah dan kotor. Meminta pada untuk memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya apabila ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dan bila anak mampu mengendalikan dorongan buang air maka jangan lupa berikan  pujian pada anak (Farida, 2008).
Selain itu ada juga persiapan dan perencanaan yang lain seperti:
1)      Mendiskusikan tentang toilet training dengan anak
Orang tua bisa menunjukkan dan menekankan bahwa pada anak kecil  memakai popok dan pada anak besar memakai celana dalam. Orang tua juga bisa membacakan cerita tentang cara yang benar dan tepat ketika buang air.
2)      Menunjukkan penggunaan toilet
Orang tua harus melakukan sesuai dan jenis kelamin anak ( ayah dengan anak laki – laki dan ibu dengan anak perempuan). Orang tua juga bisa meminta kakaknya untuk menunjukkan pada adiknya bagaimana menggunakan toilet dengan benar ( disesuaikan juga dengan jenis kelamin).
3)      Membeli pispot yang sesuai dengan kenyamanan anak
Pispot ini digunakan untuk melatih anak sebelum ia bisa dan terbiasa  untuk duduk di toilet. Anak bila langsung menggunakan toilet orang dewasa, ada kemungkinan anak akan takut karena lebar dan terlalu tinggi untuk anak atau tidak merasa nyaman. Pispot disesuai dengan kebutuhan anak, diharapkan dia akan terbiasa dulu buang air di pispotnya baru kemudian diarahkan ke toilet sebenarnya. Orang tua saat hendak membeli pispot usahakan untuk melibatkan anak sehingga dia bisa menyesuaikan dudukan pispotnya atau bisa memilih warna, gambar atau bentuk yang ia sukai.
4)      Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak
Suatu proses panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini, seringkali dibutuhkan suatu bentuk reward  atau reinforcement  yang bisa menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak dengan sistem reward  yang tepat. Anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah terjadi tuntutan untuknya sehingga hal ini akan menambah rasa mandiri dan percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta serta pujian di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan sesuatu atau mungkin orang tua bisa menggunakan sistem stiker / bintang yang ditempelkan dibagian ” keberhasilan” anak.

3.      Factor-Faktor yang Mendukung Toilet Training pada Anak
a.       Kesiapan Fisik
1.      Usia telah mencapai 18-24 bulan
2.      Dapat jongkok kurang dari 2 jam
3.      Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan
4.      Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan pakaian
b.    Kesiapan Mental
1.      Mengenal rasa ingin berkemih dan devekasi
2.      Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih
3.      Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku orang lain
c.    Kesiapan Psikologis
1.      Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu
2.      Mempunyai rasa ingin tahu dan penasarsan terhadap kebiasaan orang dewasa dalam BAK dan BAB
3.      Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera diganti
d.   Kesiapan Anak
1.      Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan devekasi
2.      Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan devekasi pada anaknya
3.      Tidak mengalami koflik tertentu atau stress keluarga yang berarti (Perceraian)
4.      Tanda anak siap untuk melakukan Toilet Training
a.    Tidak mengompol dalam waktu beberapa jam sehari minimal 3-4 jam
b.    Anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol
c.    Anak mengetahui saat merasa ingin BAK dan BAB dengan menggunakan kata-kata pup
d.   Sudah mampu memberi tahu bila celana atau popok sekali pakainya sugah basah dan kotor
e.    Bila ingin BAK dan BAB anak memberi tahu dengan cara memegang alat kelamin atau minta ke kamar mandi
f.     Biasa memakai dan melepas celana sendiri
g.    Memperlihatkan ekspresi fisik misalnya wajah meringis, merah atau jongkok saat merasa BAB dan BAB
h.    Tertarik dengan kebiasaan masuk ke kamar mandi seperti kebiasaan orang sekitarnya
i.      Minta diajari menggunakan toilet
j.      Mampu jongkok 5-10 menit tanpa berdiri dulu

5.      Masalah  yang  mungkin timbul dalam pelatihan toilet training (Thomson, 2003)
a.         Rasa takut akan siraman air toilet adalah biasa, namun dapat mengganggu latihan  memakai toilet
b.        Bagi beberapa anak rasa takut akan toilet membuatnya menahan trauma buang air besar
c.         Anak yang sudah dilatih dapat mengalami kemunduran dan mulai buang air lagi  ditempat yang tidak seharusnya
d.        Anak bisa tertarik dengan fesesnya sendiri(anak tidak rela apabila fesesnya di siram). Baginya prestasi buang air besar adalah prestasi menakjubkan dan anak sangat bangga bisa melakukannya.
e.         Ada tahap ketika anak merasa tertarik dengan bagaimana anak yang jenis kelaminnya berbeda buang air kecil.

6.      Kemampuan Toilet Training Anak Usia 18 – 36 Bulan
Anak – anak yang telah mampu melakukan toilet training dapat dilihat dari kemampuan psikologi, kemampuan fisik dan kemampuan kognitif.
a.       Kemampuan psikologi anak mampu melakukan toilet training sebagai berikut : anak tampak kooperatif, anak memiliki waktu kering periodenya antara 3 – 4 jam, anak buang air kecil dalam jumlah yang banyak, anak sudah menunjukkan keinginan untuk buang air besar dan buang air kecil dan waktu untuk buang air besar dan kecil sudah dapat diperkirakan dan teratur.
b.      Kemampuan fisik dalam melakukan toilet training yaitu anak dapat duduk atau jongkok tenang kurang lebih 2 – 5 menit, anak dapat berjalan dengan baik, anak sudah dapat menaikkan dan menurunkan celananya sendiri, anak merasakan tidak nyaman bila mengenakan popok sekali pakai yang basah atau kotor, anak menunjukkan keinginan dan perhatian terhadap kebiasaan ke kamar mandi, anak dapat memberitahu bila ingin buang air besar atau kecil, menunjukkan sikap kemandirian, anak sudah memulai proses imitasi  atau meniru segala tindakan orang, kemampuan atau ketrampilan dapat mencontoh atau mengikuti orang tua atau saudaranya dan anak tidak menolak dan dapat bekerjasama saat orang tua mengajari buang air.
c.       Kemampuan kogitif anak bila anak sudah mampu melakukan toilet  training seperti dapat mengikuti dan menuruti instruksi sederhana, memiliki bahasa sendiri seperti peepee untuk buang air kecil dan poopoo  untuk buang air besar dan anak dapat mengerti reaksi tubuhnya bila ia ingin buang air kecil atau besar dan dapat memberitahukan bila ingin buang air ( Nadira, 2006).






DAFTAR PUSTAKA

Khaeruddin Dkk. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Konsep dan Implementasi. Yogyakarta : Pilar Media dan MDC
Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta : Pustaka Pengajar
Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT Rosdakarya
Soemiarti, Patmonodewo. 2000. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta : Rineka Cipta

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS