PERAWATAN
JENAZAH DAN TEKNIK KOMUNIKASI KELUARGA PADA PASIEN TERMINAL
PAPER
KEPERAWATAN TERMINAL
DISUSUN
:
1.
Endah
Susiawaty ( 15014 )
2.
Fira
Santiya ( 15016 )
3.
Jenny
Apriyani ( 15020 )
4.
Lisnawati ( 15025 )
5.
Mike
Fitriani ( 15028 )
6.
Nurhalimah ( 15034 )
AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA
2017
A.
Definisi Kematian
Kematian
suatu keadaan alamiah yang setiap individu pasti akan mengalaminya. Secara
umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa,
lansia dan akhirnya mati.
Kematian (death)
merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta
hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya
aktivitas listrik otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung
dan paru secara menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap.
B.
Jenis-Jenis
Kehilangan
Terdapat
5 kategori kehilangan, yaitu kehilangan seseorang yang dicintai/berarti,
kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan obyek eksternal,
kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan
kehidupan/meninggal.
1. kehilangan
seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah
salah satu yang paling membuat stres dan mengganggu dari tipe-tipe kehilangan,
yang mana harus ditanggung oleh seseorang. Begitu kehilangan terjadi karena
perceraian,pengasingan, kematian dan penyebab lain dari penolakan secara
emosional ataupun terpisah karena jarak. Sebagian kehilangan dapat juga terjadi
ketika seseorang yang dicintai dalam kondisi sakit kronis yang dalam keadaan
kritis, khususnya ketika sakit tersebut berdampak pada beberapa “atribut”
spesial dari seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang
dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan/jalinan
yang ada, kematian pasangan (suami/istri) atau anak biasanya membawa dampak
emosional yang luar biasa/tidak bisa ditutupi.
2. Kehilangan
obyek eksternal
Bentuk lain yang sangat
erat kaitannya dengan kehilangan adalah kehilangan objek, atau kehilangan milik
sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang, perabotan rumah, pekerjaan, tanah
air. Tipe-tipe kehilangan ini berdampak pada kerusakan yang sama untuk
mengatasi meningkatnya status equilibrium.
3. Kehilangan
lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan
dengan terpisahkan dari lingkungan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan
yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu
satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah ke kota lain,
maka akan memiliki tetangga yang baru, pekerjaan baru dan proses penyesuaian
baru.
Baru juga bisa dikarena
terpisah dari keadaan/sesuatu yang begitu dikenal/ dekat misalnya bisa terjadi
karena proses maturasi atau pemisahan situasi dan karena perlukan atau sakit
4. Kehilangan
kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat
mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang
di pikiran dan respon pada kegiatan dan orang di sekitarnya, sampai pada
kematian yang sesungguhnya. Tetpai bisa juga rasa nyeri dan hilangnya kontrol.
Meskipun kebanyakan orang ketakutan dan khawatir tentang kematian, tetapi tidak
selalu demikian bagi sebagian orang.
Sebagian
orang berespon berbeda terhadap kematian. Pada orang yang hidup sendirian dan
sudah menderita penyakit terminal sekian lama, kematian mungkin merupakan suatu
pembebasan dari penderitaan/kondisi. Beberapa ada yang merasakan kematian
sebagai jalan memasuki kehidupan lain setelah meninggal untuk ber-reuni dengan
seseorang yang dicintai di surga.
C.
Perawatan
jenazah
Perawatan
jenazah adalah suatu tindakan medis
melakukan pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat
pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan
kondisi sewaktu hidup.
Perawatan
jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi kematian pada
tidak wajar pengawetan jenasah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenasah
atau otopsi dilakukan.
Perawatan
jenasah dilakukan karena ditundanya penguburan/kremasi, misalnya untuk menunggu
kerabat yang tinggal jauh diluar kota/diluar negri.
Pada
kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya terkadang perlu dilakukan
pengangkutan atau perpindahan jenasah dari suatu tempat ketempat lainnya. Pada
keadaan ini, diperlukan pengawetan jenasah untuk mencegah pembusukan dan
penyebaran kuman dari jenasah kelingkungannya.
Jenasah
yang meninggal akibat penyakit menular akan cepat membusuk dan potensial
menular petugas kamar jenasah. Keluarga serta orang-orang disekitarnya. Pada
kasusu semacam ini, kalau pun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan
tetap dilakukan perawatan jenasah untuk mencegah penularan kuman atau bibit
penyakit disekitarnya.
Perawatan
jenasah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan
kewaspadaan unifersal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut
keluarganya. Setiap petugas kesehatan
terutama perawat harus dapat menasihati keluarga dan mengambil tindakan yangs
sesuai agar penanganan jenasah tidak menambah resiko penularan penyakit seperti
halnya hepatits/B, AIDS, Kolera dan sebagainya. Tradisi yang berkaitan dengan
perlakuan terhadap jenasah tersebut dapat diizinkan dengan memperhatikan hal
yang telah disebut diatas, seperti misalnya mencium jenasah sebagai bagian dari
upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan
berkembang dalam manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi
HIV meninggal, firus pun akan mati.
D.
Tujuan
Perawatan Jenazah
Adapun
tujuan dari perawatan jenazah yaitu :
1. Untuk
mencegah terjadinya pembusukan pada jenasah
2. Dengan
menyuntikan zat-zat tertentu untuk membunuh kuman seperti pemberian intjeksi
formalin murni, agar tidak meningalkan luka dan membuat tubuh menjadi kaku.
Dalam injeksi formalin dapat dimasukan kemulut hidung dan pantat jenasah.
E.
Tindakan
Diluar kamar jenazah
Adapun
tindakan yang dilakukan diluar kamar jenasah yaitu :
1. Mencuci
tangan sebelum memakai sarung tangan
2. Memakai
pelindung wajah dan jubah
3. Luruskan
tubuh jenasah dan letakan dalam posisi terllentang dengan tangan disisi atau
terlipat didada.
4. Tutup
kelopak mata atau ditutup dengan kapas atau kasa, begitu pula multu dan
telinga.
5. Beri
alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau
cairan tubuh lainnya.
6. Tutup
anus dengan kasa dan plester kedap air.
7. Lepaskan
semua alat kesehatan dan letakan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman
sesuai dengan kaidah kewaspadaan unifersal.
8. Tutup
setiap luka yang ada dengan plester kedap air.
9. Bersihkan
tubuh jenasah tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh keluarga
10. Beritahu
petugas kamar jenasah bahwa jenasah adalah penderita penyakit menular
11. Cuci
tangan setelah melepas rarung tangan.
F.
Tindakan
dikamar jenazah
Adapun
tidakan dikamar jenazah yaitu :
1. Lakukan
prosedur baku kewas padaan unifersal yaitu cuci tangan sebelum mamakai sarung
tangan.
2. Petugas
memakai alat pelindung :
a) Sarung
tangan karet yang panjang (sampai kesiku).
b) Sebaiknya
memakai sepatu boot sampai lutut
c) Pelindung
wajah (masker dan kaca mata)
d) Jubah
atau celemek sebaiknya yang kedap air.
3. Jenasah
dimadikan oleh petugas kamar jenasah yang telah memahami cara membersihkan atau
memandikan jenasah penderita penyakit menular
4. Bungkus
jenasah dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianut.
5. Cuci
tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung
tangan
6. Jenasah
yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
7. Jenasah
tidak boleh dibalsem atau disuntik atau pengawetan kecauli oleh petugas khusus
yang telah mahir dalam hal tersebut.
8. Jenasah
tidak boleh diotopsi, dalam hal tertentu, otosi dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakanoleh petugas
rumah sakait yang telah mahir dalam hal tersebut.
G.
Hal-hal
yang diperhatikan dalam proses keperawatan
Adapun
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses keperawatan yaitu :
1. Segera
mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila tekenah darah atau
cairan tubuh lain.
2. Dilarang
memanipulasi alat suntik atau menyarungkan jarum suntik ke tutupnya. Buang
semua alat atau bendah tajam dalam wadahyang tahan tusukan
3. Semua
permukaan yang terkena percikan atau tumpuahan darah atau cairan tubuh lainnya
segera dibersihkan dengancairan klorin 0,5 %
4. Semua
peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan :
dekontaminasi, pembersihan, desinfeksi, atau sterilisai
5. Sampah
dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam kantong plastic
6. Pembuangan
sampah dan bahan yang tercemar sesua pengolah sampah medis.\
H.
Perawatan
pasien yang telah meninggal / perawatan jenazah
1. Tujuan
:
a. Memberi
perasaan tenang, tentram dan damai kepada pasien
b. Memberikan
perasaan puas atau usaha-usaha perawat yang telah diberikan kepada pasien
maupun keluarganya dalam menghadapi tersebut.
2. Melakukan
perawatan jenazah
a. Persiapan
alat :
1) Bengkok
2) Kapas
kering
3) Kapas
alkohol
4) Kain
kasa untuk pengikat
5) Sarung
tangan
6) Gunting
7) Formulir
jenazah
8) Kain
panjang/penutup jenazah
b. Cara
pelaksanaan
1) Cuci
tangan
2) Gunakan
sarung tangan
3) Tempatkan
dan atur jenazah pada posisi anatomis
4) Singkirkan
pakaian atau kain pembungkus jenazah
5) Lepaskan
semua alat kesehatan
6) Bersihkan
tubuh dari kotoran dan noda
7) Tempatkan
kedua tangan jenazah diatas abdomen dan ikat pergelangannya (bergantung dari
kepercayaan atau agama).
8) Tempatkan
satu bantal di bawah kepala
9) Tutup
kelopak mata. jika tidak ada tutup dengan kain tipis
10) Katupkan
rahang atau mulut, kemudian ikan dan letakkan gulungan handuk ke bawah dagu
11) Letakkan
alat di bawah glutea
12) Tutup
sampai batas bahu, kepala ditutup dengan kain tipis
13) Catat
semua milik pasien dan berikan kepada keluarga
14) Beri
kartu atau tanda pengenal
15) Bungkus
jenazah dengan kain panjang
16) Cuci
tangan
17) Catat
dan isi formulir jenazah
I.
Teknik
Komunikasi pada Keluarga Pasien Terminal / Menjelang Ajal
Seseorang dengan penyakit kronis atau
dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka dan kehilangan. Sebagai
seorang perawat kita harus mampu memahami hal tersebut. Komunikasi dengan klien
penyakit terminal dan kronis merupakan komunikasi yang tidak mudah. Perawat
harus memiliki pengethauan tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan
tentang proses berduka dan kehilangan. Dalam berkomunikasi perewat menggunakan
konsep komunikasi terapeutik.
Saat berkomunikasi dengan klien dengan
kondisi seperti itu bisa jadi akan timbul penolakan dari klien. Dalam
menghadapi kondisi tersebut, perawat menggunakan komunikasi terapetik.
Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan klien dan keluarga melaui
penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi pelayanan
paliatif ( Mok dan Chiu, 2004 dikutip dari Potter dan Perry 2010).
Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi
terbuka dan jujur, tunjukkan rasa empati. Dengarkan dengan baik, tetap
berpikiran terbuka, serta amati respon verbal an nonverbal klien dan keluarga.
Saat berkomunikasi mungkin saja klien akan menghindari topic pembicaraan, diam,
atau mungkin saja menolak untuk berbicara. Hal tersebut adalah respon umum yang
mungkin terjadi. Respon berduka yang normal seperti kesedihan, mati rasa,
penyangkalan, marah, membuat komunikasi menjadi sulit. Jika klien memilih untuk
tidak mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan
katakana bahwa klien bisa kapan saja mengungkapkannya.
Beberapa klien tidak akan mendiskusikan
emosi karena alasan pribadi atau budaya, dan klien lain ragu – ragu untuk
mengungkapkan emosi mereka karena orang lain akan meninggalkan mereka (Buckley dan Herth, 2004 dikutip dari potter
dan perry 2010).
Memberi kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya
akan membuat hubungan terapeutik dengan klien berkembang. Terkadang klien perlu
mengatasi berduka mereka sendirian sebelum mendiskusikannya dengan orang
lain. Ketika klien ingin membicarakan
tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan tempat yang tepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayat, A, Aziz Alimul. 2008. Praktikum
Keterampilan Dasar Praktik Klinik : Dasar-dasar Praktik keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Tarwoto, Wartonah. 2011. Kenutuhan Dasar
Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Tim Penulis Poletekes Depkes Jakarta
III. 2009. Panduan Praktik Kebutuhan Dasar Manusia I berbasis Komputerisasi.
Jakarta : Salemba Medika.
Tutu April A. Suseno, SKp. 2005. Buku
Ajar Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: CV. Sagung Seto
0 komentar:
Posting Komentar